I.PENDAHULUAN
a.Latar Belakang
Konsep Ekosistem
Kini sudah terpikirkan oleh para ekoligiawan bahwa tumbuhan dan hewan bersama-sama dengan seluruh lungkungannya membentuk suatu sistem yang bekerja tergantung pada peran yang dimainkan oleh setiap komponen dari sistem itu.
Sejauh yang berkenaan dengan struktur ekosistem yang khas mempunyai tiga komponen biologi yaitu produsen (jasad autotrof) atau tumbuhan hijau yang mampu menambat energi cahaya, Hewan (jasad heterotrof) atau konsumen makro yang menggunakan bahan organik dan pengurai yang terdiri dari jasad renik yang menguraikan bahan organik dan membebaskan zat hara terlarut.
Tingkat makanan
Cara bermanfaat untuk mampelajari saling keterkaitan fungsi komponen ekosistem adalah mempelajari cara hidup atau dasar untuk mendapatkan makanan,atau tingkat makanan pada semua jasad yang ditemukan di ekosistem. Pendekatan ini juga memungkinkan kita untuk membandingkan berbagai jenis ekosistem yang beberapa diantaranya tidak mempunyai tingkat makanan.
Produsen
Produsen dalam ekosistem adalah jasad yang diberikan makanan diri sendiri atau bersifat autotrof. Pada dasarnya jades ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan hijau.
Konsumen
Selain tumbuhan hijau dan baktiri kemosintetik, semua jasad lain yang bukan jenis pengurai marupakan konsumen atau jasad heterotrof. Biasanya makanan diperoleh dari individu lain.Konsumen dikelompokkkan menjadi babarapa tingkatan yaitu:
1.Konsumen Primer
Golongan ini terutama terdiri dari pamakan tumbuhan (herbivora) yang dalam beberapahal kiranya juga mencakup manusia sendiri. Di antara pamakan tumbuhan yang khas adalah domba,kambing,tupai,belalang,jentik nyamuk dan sebagainya.
2.Konsumen Sekunder
Golongan ini mencakup semua mahluk pemakan daging (karnivora),termasuk beberapa jenis tumbuhan pemakan serangga dan termasuk juga manusia. Contoh khas karnivora adalah singa,elang, buirung pakakak.Karnivora besar seperti misalnya burung elang yang selanjutnya memakan karnivora yang lebih kecil seperti ular atau kodok,sering disebut juga karnifora puncak.
Pengurai/Dekomposer
Pengurai ini merupakan tingkat makanan utama yang terakhir dalam ekosistem.Kelompok ini terutama terdiri dari jasad renik tanah seperti bakteri dan jamur Waupun juga mencakup cacing tanah, rayap, tungau, kumbang dan annthrophoda lainnya.(Ewusie.J.Y.1990)
b.Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik.
II.TINJAUAN PUSTAKA
Estimasi kepadatan populasi cacing tanah memiliki banyak metoda yang telah dikembangkan dalam rangka mengestimasikannya.Antara lain:
Cara Kimia
Dengan metoda ini semacam zat kimia dituangkan di tanah dan diharapkan cacing tanah tersebut akian keluar dan cacing itu diambil dan dihitung lalu dikoleksi.
• Metode cairan potassium permanganat
Pertama dilakukan oleh Evans dan Guild tahun 1947. Cairan potassium permanganate dituangkan ditanah pada luas tertentu. Cairan itu masuk kedalam tanah sehinga menyababkan cacing tanah keluar. Metoda ini tergantung pada daya penetrasi cairan itu ke dalam tanah. Dengan metoda ini akan didapat hasil yang “ Under Estimate” untuk beberapa jenis cacing tanah.
• Metoda formalin
Metoda ini pertama kali ditamukan oleh Raw tahun 1959. Metoda ini kurang baik untuk jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai dengan sempurna pada cacing.
Kosentarsi formalin yang digunakan yang disarankan adalah berkisar antara 0,165-0,55% dan sebaiknya 0,27 %. Walaupun demikian tergantung pula pada keadaan tingkat kekeringan tanah. Untuk membuat formalin dengan kosentrasi 0,55 % maka 25 ml formalin 40 % dicampur dengan air sebanyak 1 gallon ( Sekitar 4,5)
Sebanyak 9 liter formalin 0,75 % digunakan untuk mengkoleksi cacing tanak pada plot seluas 0,5 x 0,5 m2 dengan pemberian sebanyak 3 x (3 liter tiap kalinya) dengan selang waktu 10 menit.
Pengaruh kadar air dan tanah sangat besar terhadap jumlah cacing yang didapat. Untuk itu perlu dikoreksi nilainya. Berdasarkan penelitian Lakhani dan Satchell tahun 1970 maka koresi itu adalah sebagai betikut :
P.e=P.d x exp. [0,0075 (T-10,6)2 x exp. [-0,0214 (M-40)]
Dimana
P.e = Jumlah Cacing
P.D = Jumlah cacing yang didapat
T = suhu tanah dalam 0C pada kedalaman 10 cm
M = Kadar air tanah (%)
Perkiraan ini kemungkinan besar tidak cocok untuk kondisi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan percobaan.( Suin,nurdin Muhammad.1989)
Metoda pengukuran populasi hewan tanah:
I. Metoda Sortir Tangan ( Hand Sorting Method)
Metoda sortir tangan adalah metoda pengambilan cacing tanah yang paling baik,dan hasilnya paling baik digunakan dan dibandingkan dengan metoda lainnya. Kelemahan metoda ini hanyalah karena metoda ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga dan ketelitian yang tinggi. Efisien metoda ini dibuktikan oleh Raw, Nelson, dan Satchel pada tahun 1960 dan 1962.
Pada metoda ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luasnya dan kedalamannya, dan tanah itu dimasukkan kedalam suatu kantong dan selanjutnya cacing yang terdapat didalamnya langsung disortir. Cacing uyang didapat dibersihkan dan langsung dihitung dan ditimbang beratnya dan selanjutnya diawetkan dalam formalin 10%.
Kepadatan populasi berdasarkan biomassa dapat dilakukan dengan cara mengkonfersikan berat segar tanpa makanan dan berat keringnya di laboratorium.
II. Metoda pengapungan
Metoda ini dapat digunakan untuk cacing tanah yang berukuran kecil yang sulit ditemukan dengan metoda sortir tangan. Mula-mula tanah contoh dicuci, dan selanjutnya material organic yang ada didalam tanah itu lalu diapungkan dalam cairan magnesium sulfat. Butir-butir tanah akan terbenam. Dengan metoda ini cacing yang halus dan kokon tanah akan dapat terkoreksi.
III. Metoda Penyaringan
Metoda ini cacing tanah dicuci engan air dengan tekanan kuat dan disaring dengan ayakan yang ukuran lubangnya bervariasi dari besar ke kecil. Penyaringan mula-mula dilakukan dengan yang berlubang besar sehingga cacing yang besar bersama material organic akan tertinggal dalam ayakan. Selanjutnya ditampung pula dibawahnya dengan ayakan yang makin lama makin kecil sehingga akhirnya semua cacing dan kokon yang ada dalam tanah akan terkumpulkan.
IV. Metoda Ekstari panas
Metoda ini hampir sama dengan metoda corang Baerman. Alat yang digunakan bisa berupa bak plastic tempat mandi bayi yang ukuran 55 x 45 cm. Di dalam bak itu diletekkan kawat kasa yang jarak 5 cm dari dasar bak. Di atas kawat kasa itulah tanah contoh diletakkan. Diatas tanah itu digantungkan 14 buah bola lampu 60 watt yang jaraknya sekitar 2 cm dari tanah contoh. Dalam bak itu dimasukkan air sampai kedalaman sekitar setengah tanah itu terbenam. Pemanasan ini dilakukan selama 3 jam. Setelah 3 jam maka lampu pemanasan bersama tanah dan kawat kasa itu dikeluarkan dan cacing tanah yang ada di air dapat dikoleksi dengan mudah.
V. Penjebakan
Pada habitat yang kepadatan populasi cacing tanahnya sangat rendah sekali maka kepadatan populasi cacing tanah di daerah itu dapat diestimasikan dengan cara mamasang perangkap jebak berumpan. Umpannya bisa berupa kotoran sapi. Kotoran sapi itu diletakkan didalam tanah dan setelah 14 hari maka cacing yang terdapat didalamnya akan dapat dikoleksi. Banyaknya kotoran sapi itu sekitar 600 ml tiap onggokan. (Arnita,dkk.1990)
Dalam mengestimasi populasi kepadatan hewan. Dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang akan dilakukan estimasi, lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil dapat dibuat dalam sistem daftar.
Kepadatan populasi dan kepadatan Relatif
Kepadatan pupolasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relative. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase.(Suin.N.M.1989)
Diantaranya ciri yang sama-sama dimiliki oleh populasi dan individu ialah kenyataan bahwa populasi mempunyai riwayat hidup sebagaimana tampak dari kenyataan bahwa populiasi tumbuh, mengkhususkan dan memelihara dirinya dan bahwa populasi memiliki susunan di struktur yang pasti yang dapat diberikan dalam hubungan yang sama seperti individu.
Ciri kelompok mencakup berbagai corak seperti angka kelahiran/ laju berbiak angka kematian, susunan kelamin/ sistem reproduksi, struktur umur, sebaran dan stuktur sosial.(Ewusie.Y.1990)
Pengetahuan tentang pertumbuhan dan pengaruh individu populasi merupakan dasar untuk memahami struktur dan dinamika ekologi. Semua spesies memiliki potensi tumbuh yang tinggi pada kondisi optimum.
Jumlah kelahiran dan kematian mungkin berfluktasi secara luas sebagai respon terhadap pengaruh lingkungan yang berbeda, tetapi jumlah itu mendekati seimbang dalam waktu yang lama.
Interaksi species seperti predasi, kompetisi dan herbivora akan mengatup naik turunnya pertumbuhan populasi.
Populasi terdiri dari banyak individu yang tersebar pada rentangan goegrafis. Tetapi individu itu tidak selalu tersebar merata. Ada pola penyebaran, yaitu menggerombol, acak dan tersebar.
Pola distribusi ini disebabkan oleh tipe tingkah laku individu yang berbeda. Disatu pihak, menggerombol sebagai akibat dari tertariknya individu-individu pada tempat yang sama, apakah karna lingkungan yang cocok atau tempat berkumpul untuk fungsi sosial. Misalnya perkawinan, dipihak lain tersebar sebagai interaksi antagonis antar individu. Dalam hal tidak adanya daya tarik bersama/penyebaran sosial individu-individu lain dalam populasi.
Contoh pertumbuhan potensial populasi manusia yang terdiri dari banyak wanita umur 15-35 tahun adalah lebih besar pada populasi yang terdiri dari kebanyakan laki-laki tua/anak-anak.
Tingkat pertumbuhan populasi yaitu sebagai hasil akhir dari kelahiran dan kematian, juga mempengaruhi struktur umur dan populasi.(Hadisubroto.T.1989)
Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan ukuran populasi, yang relative konstan sedangkan pupolasi lain berfluktasi cukup besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakekatnya dengan keseimbangan antara kelehiran dan kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam.(Naughton.Mc.1973)
Suatu populasi dapat juga ditafsirkan sabagai suatu kelompok yang sama. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Populasi dapat dibagi menjadi deme, atau populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan kolektif terkecil populasi hewan atau tumbuhan.
Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistic yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota opulasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan.
Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (=kerapatan spesifik).
Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa persatuan ruang habitat.
Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan nisbi suatu populasi.
III.BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat : Jumat, 14 Desember 2007
Hutan Universitas Jambi
Lingkungan Lab. Pertanian (Rumah Kaca)
Mendalo Darat - Jambi
Alat dan Bahan :
Alat:
1. Ember
2. Pinset
3. Tali Rapia
4. Stok Kecil
5. Botol pengumpul material
6. Alat tulis dan table catatan pengamatan.
Bahan:
1. Formalin 40 %
2. Air pelarut
Prosedur Kerja:
1. Serasah penutup tanah dibersihkan dari ekosistem komunitas yang akan diamati.
2. Dibatasi petak kuadrat tersebut setiap satuan satu persegi.
3. Disediakan larutan formalin 40 % sebanyak 25cc dalam 4,5 liter air atau larutan kalium permanganate 0,5 % dalam air.
4. Disemprotkan dengan ember pada petak kuadrat hingga keadaan jenuh.
5. Ditunggu selama 15-20 menit, dikumpulkan jenis-jenis cacing tanah yang muncul kepermukaan. Saat pengambilan dilakukan dengan hati-hati, digunakan pinset., tetapi cacing tidak boleh putus, dibantu dengan lidi untuk mengangkat cacing dari lubang.
6. Disimpan material kedalam alkhol 40 %.
7. Didalam lab. Cacing yang ditemukan dicuci dan dikeringkan, lalu ditimbang.
8. Di isi table yang telah disidiakan untuk data kelompok.
9. Dicari dugaan populasi (N)
IV.HASIL BAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Data Kelompok
Jumlah cacing yang didapatkan = 13 buah
Berat keseluruhan cacing yang didapatkan = 1,5 gr
Data kelas
Kelompok ∑ cacing Berat cacing (gr)
1 11 0,9
2 8 1,1
3 6 0,8
4 30 6,2
5 26 2,6
6 16 1,3
7 9 1,5
8 13 1,5
9 9 1,1
10 17 1,8
11 19 1,8
B.Pembahasan
Dalam perhitugan jumlah populasi decomposer digunakan cara formalin karna diangap paling mudah dilaksanakan namun dalam literatur dikatakan bahwa pada metoda ini banyak kekurangannya. Menurut Suin,nurdin muhammmad (1989) Metoda ini pertama kali ditamukan oleh Raw tahun 1959. Metoda ini kurang baik untuk jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai dengan sempurna pada cacing.
Kosentarsi formalin yang digunakan yang disarankan adalah berkisar antara 0,165-0,55% dan sebaiknya 0,27 %. Walaupun demikian tergantung pula pada keadaan tingkat kekeringan tanah. Untuk membuat formalin dengan kosentrasi 0,55 % maka 25 ml formalin 40 % dicampur dengan air sebanyak 1 gallon ( Sekitar 4,5)
Sebanyak 9 liter formalin 0,75 % digunakan untuk mengkoleksi cacing tanak pada plot seluas 0,5 x 0,5 m2 dengan pemberian sebanyak 3 x (3 liter tiap kalinya) dengan selang waktu 10 menit.
Pengaruh kadar air dan tanah sangat besar terhadap jumlah cacing yang didapat. Untuk itu perlu dikoreksi nilainya. Berdasarkan penelitian Lakhani dan Satchell tahun 1970 maka koresi itu adalah sebagai betikut :
P.e=P.d x exp. [0,0075 (T-10,6)2 x exp. [-0,0214 (M-40)]
Dimana
P.e = Jumlah Cacing
P.D = Jumlah cacing yang didapat
T = suhu tanah dalam 0C pada kedalaman 10 cm
M = Kadar air tanah (%)
Perkiraan ini kemungkinan besar tidak cocok untuk kondisi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan percobaan
Dalam jumlah cacing yang telah ditemukan dalam populasi yang diamati, terdapat banyak populasi hewan dekomposer didalamnya. Terbukti pada data yang menunjukkan angka tinggi terhadap jumlah decomposer tangkapannya.
Umumnya cacing yang didapat berukuran kecil, hal ini dapat dikarenakan oleh jenis cacing pengurai yang berada dalam keadaan lembab di daerah hutan umumnya adalah jenis dari cacing yang memang berukuran kecil.
Pada 15 menit pertama hanya beberapa cacing yang muncul, hal ini bisa dikarenakan keadaan tanah yang belum terlalu jenuh. Setelah 20 menit setelah penyiraman formalin pada tanah barulah cacing banyak dijumpai, hal ini bisa disebabkan oleh keadaan tanah yang sudah mulai jenuh. Setelah lewat dari 20 menit setelah penyiraman formalin. Kemudian tanah dicongkel secara hati-hati guna untuk mendapatkan cacing. Dan pada saat perlakuan ini cacing banyak ditemukan.
Ketidak homogenan data dan pemerolehan cacing pada masing-masing kelompok dapat dikarenakan oleh struktur tanah yang berbeda, kelembaban tanah yang berbeda dan jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai dengan sempurna pada cacing.
KESIMPULAN:
1. Jumlah mikrooganisme yang membantu memecahkan partikel organic yang didapatkan pada saat praktikum oleh beberapa kelompok adalah seperti data di bawah ini:
Kelompok ∑ cacing Berat cacing (gr)
1 11 0,9
2 8 1,1
3 6 0,8
4 30 6,2
5 26 2,6
6 16 1,3
7 9 1,5
8 13 1,5
9 9 1,1
10 17 1,8
11 19 1,8
2. Jumlah cacing yang didapat tergantung pada struktur tanah yang berbeda, kelembaban tanah yang berbeda dan jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai dengan sempurna pada cacing.
DAFTAR PUSTAKA
Arnita,indriani.1990.Ekologi Umum.Gita Media Press : Jakarta.
Ewusie J.Y.1990.Ekologi Tropika.ITB.Bandung:Bandung.
Naughhton.1973. Ekologi Umum edisi Ke 2. UGM Press : Yogyakarta
Suin,nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara : Jakarta
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
POPULASI DEKOMPOSER
OLEH
RITA YULIZA
A1C405070
BIOLOGI B 2005
PROGRAM STUDI BIOLOGI
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar