Jumat, 11 Februari 2011

Hepotoprotektor

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas, walaupun jumlah kematian akibat toksisitas ini tidak begitu tinggi. Salah satu penyebab dari toksisitas ini adalah penggunaan parasetamol dalam jangka waktu yang lama atau pada dosis yang tinggi. Parasetamol dikenal dengan nama lain asetaminofen yang merupakan obat analgesik antipiretik *) Namun sering juga disebut dengan Acetaminophenum dengan rekasi kimia C8H9NO2 mengandung asetaminofen tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%, C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Analgesik ini adalah alternatif bila aspirin dikontradiksi. Namun paracetamol tidak memiliki efek anti-inflamasi seperti aspirin. Parasetamol berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan hati ireversibel kecuali pengobatannya diberikan dalam 12 jam setelah meminum paeasetamol. Kerusakan hati itu disebabkan terbentuknya metabolit toksik dari paracetamol. Untuk mencegah hal ini biasanya paracetamol diresepkan bersamaan dengan Asetil Sisten (Parvolex) yang dapat melindungi sel-sel hati karna bekerja sebagai substrat metabolit toksik.(Tambayong.J.2001:126) Pusat Penelitian Obat Tradisional, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga derivat para amino fenol dan banyak beredar secara luas di Indonesia, baik sebagai obat tunggal atau sebagai obat kombinasi. Oleh karena parasetamol ini dijual bebas dan dapat dibeli tanpa memakai resep dokter maka tidak menutup kemungkinan adanya bahaya akibat pemakaian parasetamol. Bahkan kini juga tersedia paracetamol dalam bentuk sirop dengan warna menarik dan penyedap rasa untuk anak. Katzung (1996) melaporkan bahwa pemakaian parasetamol dengan dosis yang tinggi atau penggunaan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berupa nekrosis hati dan dapat juga terjadi nekrosis pada tubulus ginjal. Gangguan fungsi hati akibat pemberian parasetamol dapat terjadi karena parasetamol akan mengalami biotransformasi pada hati sehingga dihasilkan metabolit N-acetyl-p-benzoquinone imine ( NAPQI) yang sangat reaktif dan toksik melalui reaksi katalisa sitokrom P450 (Miner dan Kissinger, 1979; Van de Straat et al., 1987). Selain itu juga dilaporkan bahwa kerusakan sel hati akibat pemberian parasetamol ini karena adanya pembentukan radikal bebas melalui reaksi lipid peroksidasi (Manson, 1992; Poli, 1998).
Secara normal hasil metabolit dari parasetamol di dalam tubuh yang bersifat toksik tersebut dapat di detoksikasi oleh hati melalui konjugasi dengan glutation hati (Potter et al., 1974). Jika parestamol diberikan dengan dosis yang tinggi atau dalam jangka waktu yang lama maka dapat terjadi pengosongan dari glutation hati sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel hati akibat adanya NAPQI yang toksik. Salah satu masalah yang mempersulit upaya pengobatan gangguan fungsi hati adalah kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia yang saat ini masih kurang. Biaya pengobatan yang mahal bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat pedesaan akan memberatkan. Apalagi jika bentuk pengobatannya adalah pengobatan berulang dan penggunaannya dalam waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan jalur penunjang dari pengobatan konvensional gangguan fungsi hati yang dimiliki oleh alam Indonesia, seperti obat bahan alam dari herbal, bagian tubuh hewan dan mineral yang memenuhi persyaratan pengobatan yaitu aman, berkhasiat, logis dalam pemikiran kedokteran dan mudah dalam pelaksanaanya. Salah satu tanaman yang diduga mengandung bahan aktif yang berkhasiat untuk gangguan fungsi hati adalah mengkudu (Morinda citrifolia) yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia. Mengkudu tersebar dari bagian daratan asia tropis sampai Polynesia. Di Indonesia tanaman ini tumbuh liar dipantai, hutan, ladang atau ditanam di pekarangan sebagai tanam sayur atau obat. Menurut Voltman yang dikutip Heyne (1987) melaporkan bahwa air perasan buah mengkudu dapat digunakan sebagai obat pemutih.
Di samping itu buah mengkudu dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan penyakit hipertensi, oedem, konstipasi, timpani dan gangguan fungsi hati. Buah yang masak dapat digunakan untuk pengobatan radang tenggorokan dan penderita narkotika (Wijayakusuma et al., 1996). Air perasan buah mengkudu segar dapat menurunkan tekanan darah. Buah mengkudu juga mempunyai khasiat antioksidan karena buah mengkudu mengandung bahan aktif scopoletin, ascorbic acid, beta carotene, l-arginine, dan proxeronine. Telah dibuktikan bahwa zat antioksidan seperti Sylimarin (Muriel et al.,1998), Colchicine (Muriel et al., 1993), Vitamin A, C dan Vitamin E dapat menghambat pembentukan radikal bebas akibat pemberian parasetamol sehingga dapat mencegah kerusakan sel hati. Berdasarkan berbagai uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai khasiat mengkudu dalam mencegah kerusakan sel hati melalui pemeriksaan SGOT ( Serum level of Glutamate Oxaloacetate Transaminase) dan SGPT (Glutamate Pyruvate Transaminase )pada mencit yang diberi parasetamol. SGOT dan SGPT adalah pemeriksaan kerusakan sel hati dengan menggunakah Serum Transmilase yang merupakan sekelompok enzim sebagai indikator yang peka terhadap kerusakan sel hati. Apabila dalam jaringan tubuh terdapat banyak transaminase maka enzim ini akan terlepas dan masuk kedalam peredaran darah hingga kadar serumnya meningkat .Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat diperoleh suatu obat yang berasal dari tumbuhan yang dapat mencegah kerusakan sel hati dan dapat menghambat kenaikan kadar SGOT dan SGPT yang efektif, murah, aman dan mudah didapatkan.
Berdasarkan uraian sebalumnya, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang ”POTENSI EKSTRAK BUAH MENGKUDU ( Morinda citrifolia L ) SABAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT (Mus muculus L ) Swiss Webster YANG DIBERI PARASETAMOL DALAM DOSIS TINGGI”

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak mengkudu ( Morinda citrifolia L ) pada mencit (Mus muculus L ) yang diberikan parasetamol dalam dosis tinggi dapat merusak sel hati?
2. Berapakah dosis ekstrak mengkudu ( Morinda citrifolia L ) yang paling baik untuk mencegah kerusakan sel-sel hati?

1.3 Tujuan penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak mengkudu ( Morinda citrifolia L ) pada (Mus muculus L ) yang diberi parasetamol dalam dosis tinggi.
2. Mengetahui berapakah dosis ekstrak mengkudu ( Morinda citrifolia L ) yang paling efektif untuk hepatoprotektor.

1.4 Hipotesis Penelitian
1. Pemberian ekstrak mengkudu ( Morinda citrifolia L ) pada mencit (Mus muculus L ) yang diberi parasetamol dalam dosis tinggi dapat mencegah kerusakan sel-sel hati.
2. Dosis yang paling tepat untuk pencegahan kerusakan sel hati adalah 20cc/gr berat badan.


1.5 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam penelitian dan wawasan ilmu pengetahuan tentang potensi ekstrak buah mengkudu sebagai hepatoprotektor pada mencit yang diberi parasetamol dalam dosis tinggi.
2. Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat, bahwa tidak baik mengkonsumsi parasetamol dalam dosis tinggi. Dan memberikannya solusi pencegahan kerusakan sel hati dengan mengkonsumsi mengkudu.
3. Dalam dunia pendidikan, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan pada guru biologi dalam konsep Fisiologi Hewan dan Fungsi.

1.6 Asumsi Dasar
1. Gangguan fungsi hati akibat pemberian parasetamol dapat terjadi karena parasetamol akan mengalami biotransformasi pada hati sehingga dihasilkan metabolit N-acetyl-p-benzoquinone imine ( NAPQI) yang sangat reaktif dan toksik melalui reaksi katalisa sitokrom P450
2. Ekstrak mengukudu mengandung bahan aktif scopoletin, ascorbic acid, beta carotene, l-arginine, dan proxeronine. Telah dibuktikan bahwa zat antioksidan seperti Sylimarin, Colchicine, Vitamin A, C dan Vitamin E.
3. Bahan aktif scopoletin, ascorbic acid, beta carotene, l-arginine, dan proxeronine. Telah dibuktikan bahwa zat antioksidan seperti Sylimarin, Colchicine, Vitamin A, C dan Vitamin E dapat membantu mencegah kerusakan sel-sel hati.
4. Angka normal tertinggi untuk pengukuran SGPT adalah 35 U Karmen (13 mU per cc). Sedangkan normal tertinggi untuk SGPT adalah 40 U Karmen (17 m U per cc) Dan rasio normal SGOT dan SGPT adalah 1,15

1.7 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
1.7.1 Ruang Lingkup penelitian
Variabel Deskriptor Indikator Jenis data
Ekstrak buah Mengkudu * Ekstrak buah mengkudu diambil dalam jumlah tertentu kemudian menghaluskannya dan memeras dan mengambil patinya.

* Ekstrak buah mengkudu diberikan secara oral pada mencit sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Perlakuan yang digunakan yaitu pemberian ekstrak mengkudu secara oral dengan dosis : 2 CC ekstrak mengkudu / gr berat badan, 5 CC/ gr BB, 10 CC/gr BB, 15 CC/gr BB, 20 CC/gr BB
Angka
Kerusakan sel hati * Tingginya kadar SGOT dan SGPT pada sel hati mencit.

* Lama waktu yang dibutuhkan untuk kenaikan kadar SGOT ( Serum level of Glutamate Oxaloacetate Transaminase) dan SGPT pada sel hati. Dilihat dengan cara melakukan tes SGOT dan SGPT di laboratorium kesehatan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk kenaikan kadar SGOT ( Serum level of Glutamate Oxaloacetate Transaminase) dan SGPT (Glutamate Pyruvate Transaminase ) dalam darah mencit dilihat dengan cara mengukur lama waktu pembekuan darah pada mencit yang diberi perlakuan dengan menggunakan stop watch. Angka





Angka

1.7.2 Batasan masalah
Agar masalah ini terarah dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka masalah yang diteliti dibatasi pada:
1. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah bagian buah mengkudu yang telah masak dan berwarna kuning.
2. Pengamatan terhadap kerusakan sel-sel hati pada mencit yang dilakukan hanya dengan menggunakan tes SGOT ( Serum level of Glutamate Oxaloacetate Transaminase) dan SGPT (Glutamate Pyruvate Transaminase ).

1.8 Defenisi Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian ini, perlu diberi defenisi operasional, yaitu:
1. Bahan aktif scopoletin, ascorbic acid, beta carotene, l-arginine, dan proxeronine. Telah dibuktikan bahwa zat antioksidan seperti Sylimarin, Colchicine, Vitamin A, C dan Vitamin E adalah senyawa-senyawa yang terkandung didalam buah mengkudu.
2. Hepatoprotektor adalah perlindungan terhadap kerusakan sel-sel hati.
3. Tes SGOT ( Serum level of Glutamate Oxaloacetate Transaminase) dan SGPT (Glutamate Pyruvate Transaminase ) adalah suatu tes dengan menggunakan enzim tertentu untuk menentukan sejauh mana kerusakan yang terjadi pada hati.







TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

”POTENSI EKSTRAK BUAH MENGKUDU ( Morinda citrifolia L ) SABAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT (Mus muculus L ) Swiss Webster YANG DIBERI PARASETAMOL DALAM DOSIS TINGGI”



Oleh
RITA YULIZA
(A1C405070)
















PROGRAM STUDI BIOLOGI
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar